Refleksi 2024: Di Antara Rasa Aman dan Keberanian Menantang Diri
Apa yang saya pelajari di tahun ini, dan apa yang saya inginkan di tahun-tahun berikutnya
Hidup sering kali seperti berjalan di atas tali, seimbang antara rasa aman dan keberanian untuk menjadi “rentan” atau jujur pada diri sendiri. Tahun 2024 ini menjadi salah satu tahun yang membuat saya merenung lebih dalam tentang jalan yang saya pilih, pelajaran yang saya temukan, dan bagaimana hubungan dengan orang lain membentuk siapa saya.
Ironisnya, saya bukan tipe orang yang menyusun rencana hidup secara rinci. Saya sering bercanda dengan istri saya, “Mari kita rencanakan hidup enam bulan sekali saja. Setiap enam bulan, kita pergi jalan-jalan. Itu inti perencanaan kita, hahaha.” Pandemi COVID-19 di tahun 2020 dan kehilangan pekerjaan yang saya alami menjadi momen besar yang mengukuhkan filosofi ini. Hidup terlalu sulit untuk direncanakan lima tahun ke depan. Bahkan jika ada niat untuk mencoba, kehidupan selalu punya cara untuk menyimpangkan rencana itu.
Tahun ini, filosofi itu saya jalani kembali. Alih-alih memaksa diri untuk mengejar tujuan jangka panjang yang besar, saya fokus pada hal-hal kecil yang bisa saya kendalikan dalam waktu dekat. Salah satunya adalah perjalanan — tradisi keluarga yang kami nikmati bersama. Perjalanan-perjalanan ini telah membentuk pola, menghubungkan kenangan dan harapan kami.
Jejak Perjalanan Kami
Pada November-Desember 2022, kami memulai petualangan ke Kopenhagen, Islandia, dan Norwegia. Di Islandia, kami menjelajahi jalur selatan hingga Diamond Beach, lalu melanjutkan ke barat ke Kirkjufell dan Stykkisholmur. Perjalanan ini adalah pengalaman yang luar biasa, meski terasa “gila” karena biaya yang begitu mahal dan rutenya yang panjang. Namun, kami merasa ini adalah keputusan yang tepat — sebuah tantangan yang membuahkan banyak kenangan. Dari sana, kami melanjutkan ke Norwegia dengan menaiki Hurtigruten, sebuah perjalanan laut yang panjang, mahal, tetapi meninggalkan kesan mendalam. Apakah itu keputusan logis? Mungkin tidak, tetapi kegilaan seperti ini adalah bagian dari cerita hidup kami.
Juni 2023 membawa kami kembali ke Islandia. Kali ini, kami menghabiskan 10 hari untuk menjelajahi utara hingga Husavik dan Dettifoss, lalu melanjutkan ke Westfjords. Keindahan Westfjords membuat kami terpesona, meskipun perjalanan ini semakin mengukuhkan reputasi kami sebagai “orang gila perjalanan.” Tapi bukankah itu bagian dari keindahan perjalanan? Menemukan sisi diri yang tak terduga.
Pada November-Desember 2023, kami melanjutkan perjalanan ke Eropa dengan mengunjungi Portugal, termasuk Lisbon, Porto, dan Madeira. Madeira adalah surga kecil yang menawarkan pemandangan alam yang memukau. Rasanya seperti menemukan harmoni antara petualangan dan relaksasi. Setiap sudutnya menawarkan ketenangan, sebuah tempat di mana kami merasa lebih dekat dengan alam dan diri sendiri.
Pada Juni 2024, perjalanan kami membawa kami ke Istanbul, Budapest, Vienna, dan Szentendre. Istanbul adalah tempat di mana sejarah dan modernitas bertemu, sementara Budapest memukau dengan pesona Eropa Timur yang unik. Vienna, dengan arsitekturnya yang megah dan suasana klasiknya, menjadi salah satu tempat favorit kami. Kami tidak sempat berendam di Széchenyi, tetapi pengalaman di Szentendre yang penuh warna tetap menjadi momen berharga.
Pada Desember 2024, kami akhirnya menjelajahi Hokkaido. Kami mengunjungi Asahikawa, Abashiri, Kitahama, Biei, dan Furano. Salju tebal di Biei dan Furano adalah yang terlebat yang pernah kami lihat, dan itu memberikan keajaiban tersendiri. Meski kami tidak sempat mengunjungi area Danau Akan atau melihat burung bangau merah, perjalanan ini tetap menyenangkan dan penuh kenangan manis. Kami menyadari bahwa perjalanan ini bukan tentang checklist, tetapi tentang bagaimana kami menikmati setiap momen yang ada.
Impian Perjalanan Berikutnya
Meski telah banyak menjelajah, daftar keinginan kami terus tumbuh. Kami bermimpi menjelajahi Meksiko, menelusuri keajaiban budaya dan sejarah di negara yang penuh warna ini. Azores di Portugal adalah tujuan lain yang menarik hati kami — gugusan pulau yang dikenal sebagai surga tersembunyi dengan pemandangan vulkanik dan danau yang menakjubkan.
Australia dan Selandia Baru juga ada dalam daftar kami. Keindahan alamnya yang luar biasa, dari Great Barrier Reef hingga pegunungan Southern Alps, memanggil kami untuk datang. Kami ingin merasakan petualangan yang berbeda, menikmati keajaiban dua negara ini.
Sri Lanka, dengan kekayaan budayanya, pantai yang memukau, dan pegunungan yang tenang, adalah destinasi yang memikat. Mauritius dan Afrika Selatan juga menarik hati kami — satu dengan keindahan tropisnya, yang lain dengan safari yang menjanjikan pengalaman unik di alam liar.
Amerika Selatan adalah mimpi besar lainnya. Kami membayangkan menelusuri Chili, Brasil, Peru, dan Kolombia, merasakan energi yang begitu berbeda di setiap sudutnya. Dari Machu Picchu yang misterius hingga Pantanal yang memukau, kami ingin menjadikan perjalanan ini sebagai perayaan keindahan dunia.
Refleksi Tentang Kreativitas dan Hobi
Salah satu pelarian dari hiruk-pikuk hidup adalah kreativitas. Fotografi dan videografi telah menjadi bagian penting dalam hidup saya, memberikan ruang untuk berekspresi dan merekam momen-momen berharga. Saya mungkin telah menghabiskan terlalu banyak uang untuk peralatan dalam beberapa tahun terakhir — kamera, lensa, dan berbagai aksesori — tetapi setiap investasi terasa sepadan ketika melihat hasil akhirnya.
Tahun ini, saya dan keluarga semakin aktif dalam membuat vlog perjalanan. Meski jumlah penonton kami masih kecil, sekitar 300-an subscriber, proses menciptakan konten ini adalah pengalaman yang mendalam. Saya menikmati setiap tahapnya: merekam momen, mengedit video hingga larut malam, menambahkan musik, dan akhirnya melihat cerita perjalanan kami hidup di layar. Ada sesuatu yang magis dalam melihat tawa anak saya yang terekam di kamera atau pemandangan indah yang terabadikan dengan sempurna.
Namun, di sisi lain, saya sering bertanya-tanya apakah orang lain benar-benar peduli dengan karya kami. Apakah ini hanya untuk kami sendiri? Mungkin. Tetapi saya juga percaya bahwa tidak semua kreasi membutuhkan validasi eksternal. Terkadang, cukup menciptakan untuk diri sendiri sudah lebih dari cukup. Kreativitas ini adalah cara saya untuk menjaga kewarasan di tengah tekanan hidup.
Ekspektasi dan Tekanan yang Tak Terhindarkan
Namun, di balik semua mimpi dan perjalanan ini, ada suara kecil — baik bercanda maupun serius — yang sering muncul dalam percakapan atau pikiran orang-orang di sekitar kami. “Kaum mendang-mending” selalu punya komentar, membandingkan pilihan hidup kami dengan opsi yang lebih hemat atau dianggap lebih masuk akal. Ada pula yang bertanya, “Tidak umrah? Kapan begini, begitu?”— seolah-olah ukuran kesuksesan atau kebahagiaan kami diukur dari seberapa cepat kami menunaikan apa yang menjadi idealisme orang lain. Meskipun kami memahami niat baik di balik komentar ini, kadang-kadang tekanan sosial seperti ini membuat kami bertanya-tanya apakah pilihan hidup kami salah di mata orang lain.
Kami tahu, tidak semua orang akan memahami prioritas kami. Tapi kami juga belajar bahwa hidup bukan tentang memenuhi ekspektasi orang lain. Kami memilih untuk menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai dan kebahagiaan yang kami pahami, bahkan jika itu berarti menghadapi pandangan yang berbeda.
Refleksi Tentang Karier
Di tengah refleksi tentang perjalanan hidup dan hubungan antarpersonal, karier saya menjadi salah satu area yang selalu mengundang pertanyaan. Secara objektif, saya berada di posisi yang cukup stabil dengan gaji yang baik dan tim yang saya nikmati. Namun, tahun ini saya menyadari bahwa stabilitas tersebut terkadang datang dengan rasa stagnasi. Ada momen-momen di mana saya merasa tidak berkembang seperti yang saya harapkan, meskipun saya terus berusaha memberikan yang terbaik dalam pekerjaan saya.
Saya juga merasakan tekanan untuk terus maju, tidak hanya dari diri sendiri tetapi juga dari lingkungan sekitar. Beberapa rekan kerja atau teman sering berbagi cerita tentang keberhasilan mereka — baik promosi, pindah ke perusahaan besar, atau mencapai sesuatu yang terlihat lebih “besar.” Saya mencoba melamar pekerjaan di Eropa tahun ini, berharap bisa menemukan tantangan baru dan pengalaman berbeda. Yang saya pelajari, jalan itu terasa jauh lebih sulit dari yang saya bayangkan. Kegagalan demi kegagalan mengingatkan saya bahwa mungkin saya terlalu keras pada diri sendiri.
Namun, ada juga sisi lain dari refleksi ini. Saya mulai menyadari bahwa karier tidak harus selalu tentang mencapai sesuatu yang besar. Terkadang, cukup dengan merasa puas atas apa yang sudah dimiliki adalah bentuk keberhasilan tersendiri. Saya memiliki tim yang baik, lingkungan kerja yang mendukung, dan peran yang memungkinkan saya untuk terus belajar. Apakah saya perlu lebih? Pertanyaan ini masih menggantung, tetapi saya tahu bahwa apa yang saya miliki saat ini adalah sesuatu yang berharga.
Tentang Janis dan Perkembangannya
Di tengah semua perjalanan ini, kesejahteraan Janis tetap menjadi perhatian utama kami. Tahun ini, ia menghadapi tantangan di sekolah, terutama dalam beberapa mata pelajaran yang sulit baginya. Namun, ada banyak hal yang membuat kami bangga. Janis sangat unggul dalam ekstrakurikuler angklung, bahkan mendapatkan penilaian akhir yang baik karena dedikasinya. Ia juga mulai belajar taekwondo dan berhasil naik ke sabuk kuning dengan strip hijau. Setiap pencapaiannya adalah bukti usaha keras dan keberaniannya untuk terus belajar.
Selain itu, Janis mulai mengikuti kelas madrasah (sejak 2023). Di Indonesia, tekanan untuk mendapatkan pendidikan agama cukup besar, dan kami merasa penting untuk memberikan dasar itu padanya. Walaupun terkadang kami merasa tanggapan masyarakat terlalu menuntut, kami tetap mendukung perkembangan spiritualnya tanpa menghilangkan kebebasan untuk bereksplorasi.
Namun, di balik semua ini, kami tidak bisa menghindari perbandingan dengan anak-anak lain. Secara tidak langsung, kami menyadari bahwa kami mulai memiliki ciri-ciri “kiasu parents” — sesuatu yang dulu kami hindari. Kami juga melihat teman-teman kami yang semakin ekstrem dalam menjadi orang tua yang kiasu, dan itu membuat kami merenungkan nilai-nilai yang ingin kami tanamkan pada Janis. Apakah kami cukup mendukung tanpa memberi tekanan? Apakah kami memberikan ruang baginya untuk menjadi dirinya sendiri?
Hubungan dengan Ayah
Di tengah semua pengalaman ini, hubungan saya dengan ayah adalah salah satu bagian hidup yang selalu memancing refleksi mendalam. Ayah saya adalah seseorang yang memiliki pandangan hidup yang kuat, sering kali bertentangan dengan cara pandang saya. Kami pernah memiliki konflik beberapa tahun lalu, terutama terkait bagaimana saya mendukung adik saya pindah ke Singapura. Dalam pandangan ayah, keputusan itu seharusnya lebih menitikberatkan pada tradisi — bahwa seorang anak sebaiknya tinggal dekat dengan orang tuanya. Bahkan ada satu momen di mana beliau dengan ringan berkata bahwa mungkin beliau membutuhkan anak lain yang lebih bisa memenuhi harapannya.
Komentar itu terasa seperti pukulan berat, membangkitkan luka masa kecil di mana saya sering merasa tidak pernah cukup baik. Namun, tahun ini ada momen penting ketika kami mencoba berbicara lebih terbuka. Saat mereka berkunjung ke Singapura, percakapan itu akhirnya terjadi. Ada air mata, ada kejujuran, tetapi juga ada dinding yang tetap berdiri. Saya menyadari bahwa meski kami mungkin tidak pernah sepenuhnya memahami satu sama lain, ada cinta yang hadir di sana — cinta yang penuh ketidaksempurnaan.
Mungkin, cinta dalam keluarga bukan tentang sepenuhnya setuju dengan satu sama lain, tetapi tentang keberanian untuk tetap berada di ruangan yang sama meskipun ada perbedaan besar. Percakapan kami meninggalkan rasa lega sekaligus keraguan. Apakah ini awal dari hubungan yang lebih baik? Atau hanya jeda singkat sebelum konflik berikutnya? Saya tidak tahu. Tetapi saya tahu bahwa keberanian untuk berbicara adalah langkah kecil yang penting.
Refleksi Tentang Kehidupan
Namun, di tengah kebahagiaan ini, muncul pertanyaan yang sulit saya hindari. Apakah kami terlalu menikmati diri sendiri? Apakah kami terlalu hedon dalam perjalanan-perjalanan impian ini? Ketika melihat teman-teman yang lebih terfokus pada prioritas lain — membeli rumah, menyisihkan dana kuliah anak, memastikan kesejahteraan orang tua — saya sering merasa dihantui rasa bersalah. Apakah saya mengabaikan kebutuhan penting lainnya demi kesenangan sesaat?
Saya sadar, setiap perjalanan ini datang dengan kompromi. Waktu, energi, dan tentu saja uang yang kami habiskan mungkin bisa diarahkan ke hal lain — sesuatu yang lebih “konkret,” seperti membeli rumah. Di Singapura, ini menjadi isu yang tak terhindarkan. Saya telah mencoba mengajukan HDB, tetapi fakta bahwa saya memiliki properti di Indonesia menutup peluang itu. Teman-teman berkata, “Banyak kok yang punya aset di Indonesia tetap bisa apply membeli HDB.” Tetapi saya memilih untuk jujur. Apa gunanya mencapai sesuatu jika itu berarti mengorbankan integritas diri? Istri sering bercanda, “Ya sudah, kita beli condo saja. Hehehe.”
Selain itu, saya sering merasa iri pada teman-teman atau orang-orang yang bisa hidup hemat dan menunda kesenangan demi tujuan jangka panjang. Mereka yang mampu menyimpan uang begitu banyak, hidup sederhana, dan bertahan dalam kondisi yang tidak nyaman demi mencapai sesuatu dalam lima atau sepuluh tahun ke depan, sungguh membingungkan saya. Saya kagum pada disiplin mereka, tetapi di saat yang sama saya tahu bahwa saya tidak bisa seperti itu. Ada sesuatu dalam diri saya yang selalu ingin menikmati hidup sekarang, menjalani momen-momen yang berarti, bahkan jika itu berarti menunda atau melewatkan hal-hal yang dianggap penting oleh orang lain.
Namun, apakah salah jika saya tetap ingin melakukan apa yang saya inginkan? Saya ingin menjalani hidup yang terasa autentik bagi saya, tanpa harus mengikuti pola atau harapan orang lain. Ya, mungkin saya tidak akan pernah menjadi orang yang bisa menabung untuk sebuah rumah di Singapura, atau merencanakan hidup saya hingga sepuluh tahun ke depan dengan detail. Tetapi saya percaya bahwa ada nilai dalam menjalani hidup dengan cara saya sendiri, menemukan kebahagiaan dalam hal-hal yang saya nikmati, dan merangkul ketidaksempurnaan itu sebagai bagian dari perjalanan saya.
Hidup adalah perjalanan yang penuh dengan ketidakpastian. Saya belajar bahwa tidak apa-apa untuk tidak memiliki semua jawaban, untuk tidak selalu tahu ke mana arah hidup membawa saya. Tahun ini adalah tentang menerima diri sendiri, tentang keberanian untuk menjadi rentan. Ada rasa sakit, ada kekecewaan, tetapi juga ada keindahan. Saya tidak tahu apa yang akan datang di tahun depan, tetapi saya tahu bahwa saya akan melangkah dengan keyakinan bahwa setiap langkah, sekecil apa pun, adalah bagian dari cerita yang lebih besar.
Selamat tahun baru 2025, teman-teman.